“Yang
Terlupakan”
Agak tersentil juga
waktu ada yang tanya “apakah aku kurang bersyukur?”.
Ya! Apakah aku juga sudah bersyukur hari
ini? Apakah aku juga sudah bersyukur tiap harinya? Sudahkah ku ingat bahwa aku
masih bisa menghirup udara yang tak pernah ku bayar? Dan yang terpenting,
sudahkah aku bersyukur untuk hidupku (masih diberi kehidupan sampai sekarang?)
“Aku
juga lupa, belum bersyukur untuk segala nikmat-Nya hari ini.”
Ada satu tontonan yang harus aku tonton tiap sore. “Orang Pinggiran”. Kenapa? Kau pasti sudah tahu jawabannya. Ya, supaya aku lebih bersyukur untuk hidup yang kujalani saat ini. Dari tiap episode yang berbeda cerita, aku tahu, hidupku tak sesulit mereka. Hidupku tak sekeras mereka. Perjuanganku mungkin baru 1% dibanding mereka. Semangatku hanya 5% dibanding mereka.
Terkadang
ibuku bilang “buat apa sih nonton itu? Kasihan kan”. Di kos juga, pasti ada
komentar “mbak Rully suka yang sedih-sedih ya”. Aku memang suka nonton acara
yang seperti itu. Bukan untuk melihat kesedihan orang. Bukan untuk melihat
susahnya hidup orang. Kembali lagi, aku
ingin menempa diri agar aku lebih sering bersyukur.
Pertama: orang tuaku masih lengkap.
Kedua: nikmat Islam yang masih
kurasakan *semoga sampai akhir hayatku*
Ketiga: banyaknya orang yang
menyayangiku *tanpa sepengetahuanku*
Keempat:
masih bisa ku hirup udara, masih bisa kurasakan terik matahari, masih bisa
kurasakan semilir angin.
Dan
masih banyak lagi nikmat yang seharusnya bisa kusyukuri.
Episode tadi sore
lumayan membuatku semangat. Berkisah tentang seorang remaja yang ditinggal
pergi kedua orangtuanya dan harus hidup dengan neneknya. Singkat cerita, dia
selalu bekerja keras, bekerja apapun asal mendapatkan rejeki yang tak seberapa.
Agar neneknya tidak perlu capek-capek kerja lagi. Dia selalu mensyukuri setiap
rupiah yang ia terima, ia juga bersyukur untuk setiap pekerjaan yang orang
berikan padanya. Tak pernah tersurutkan keinginannya untuk sekolah. Ia tetap
belajar walau bukan di bangku pendidikan formal. Dia belajar sendiri.
Dari cerita itu aku
berkaca, bercermin. Sudahkah aku juga bersyukur untuk setiap rupiah yang ku
terima dari orangtuaku? Bahkan sudahkah ku ucapkan kata “terima kasih” untuk
usaha dan keringat yang mereka keluarkan hanya agar aku dapat bertahan hidup di
tanah rantau? Sudahkah aku bekerja keras agar apa yang ku upayakan selama ini
tidak sia-sia? Sudah pulakah aku bersyukur aku dapat menikmati pendidikan di
bangku kuliah?
Itu baru beberapa hal
yang mengusik pikiranku selama ini. Yang lebih sering mengusik hati kecilku
adalah “apakah aku mengkhianati kepercayaan orangtuaku selama ini? Dengan semangatku
yang hanya setinggi ruas jari kelingking dan sekurus lidi sehingga ia mudah
terpatahkan hanya dengan keadaan “orang lain yang bernasib lebih baik” dari
aku?
Yang sering terlupakan
adalah “bersyukur, bersabar, ikhlas, dan memaafkan”. Semua kata itusangat mudah
dilafalkan oleh lidah. Semua itu mudah diingat oleh akal. Tapi, semudah itu
pulakah mengamalkannya?
Mari
bercermin lagi!
Untuk ulasan yang kedua,
aku ingin bertanya padamu. Sudah pernah dengar cerita katak yang tuli? Sedikit saja
kubahas ya ceritanya.
Suatu
ketika ada perlombaan untuk menaiki menara tinggi bagi katak-katak kecil. Banyak
peserta yang ikut. Saat itu penonton berteriak “mereka tidak mungkin mencapai
puncak” “mereka tidak mungkin berhasil” “jalannya terlalu susah”. Kau tahu
kawan apa yang terjadi? Satu per satu katak itu menyerah. Banyak katak yang
menyerah. Hanya beberapa saja yang masih melanjutkan. Mereka semakin tinggi dan
semakin tinggi. Penonton masih saja bersorak “mereka takkan mampu” “semua itu
takkan berhasil” “mustahil mereka akan sampai puncak”. Disaat itu pula
katak-katak itu mulai menyerah. Mereka kelelahan. Tapi, hanya ada satu katak
yang tetap melanjutkan perjalanannya. Dan dia berhasil sampai puncak! Banyak yang
bertanya-tanya bagaimana katak itu bisa berhasil sampai puncak? Ternyata ia “TULI”.
Sudah bisa mengambil
kesimpulan? Ya, kita harus bersikap tuli terhadap omongan negatif orang. Apa yang
kita dengar dan apa yang kita baca akan mempengaruhi kita. Oleh karena itu,
dengarkanlah yang positif, bacalah hal-hal yang positif. Semua hal itu akan
membantumu untuk lebih “Berpikir positif”.
NB: buat mbak ida, keep
positif thinking. I’ve also trying it. Hidup itu kita yang menjalani, buatlah
hidupmu senyaman mungkin, setenang mungkin, sebahagia mungkin, sesukses
mungkin. Kamu yang menanam, kamu juga yang akan menuai. Buang saja pikiran negatif
itu tanpa harus di “rukyah” kan? Hehe ^_^.
Semoga bermanfaat ya mbak, semangaaaattt!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar