Senin, 01 Juli 2013

Yang Terlupakan


“Yang Terlupakan”
Agak tersentil juga waktu ada yang tanya “apakah aku kurang bersyukur?”.
Ya! Apakah aku juga sudah bersyukur hari ini? Apakah aku juga sudah bersyukur tiap harinya? Sudahkah ku ingat bahwa aku masih bisa menghirup udara yang tak pernah ku bayar? Dan yang terpenting, sudahkah aku bersyukur untuk hidupku (masih diberi kehidupan sampai sekarang?)

“Aku juga lupa, belum bersyukur untuk segala nikmat-Nya hari ini.”
               
               
Ada satu tontonan yang harus aku tonton tiap sore. “Orang Pinggiran”. Kenapa? Kau pasti sudah tahu jawabannya. Ya, supaya aku lebih bersyukur untuk hidup yang kujalani saat ini. Dari tiap episode yang berbeda cerita, aku tahu, hidupku tak sesulit mereka. Hidupku tak sekeras mereka. Perjuanganku mungkin baru 1% dibanding mereka. Semangatku hanya 5% dibanding mereka.
                Terkadang ibuku bilang “buat apa sih nonton itu? Kasihan kan”. Di kos juga, pasti ada komentar “mbak Rully suka yang sedih-sedih ya”. Aku memang suka nonton acara yang seperti itu. Bukan untuk melihat kesedihan orang. Bukan untuk melihat susahnya hidup orang.  Kembali lagi, aku ingin menempa diri agar aku lebih sering bersyukur.
                Pertama: orang tuaku masih lengkap.
            Kedua: nikmat Islam yang masih kurasakan *semoga sampai akhir hayatku*
            Ketiga: banyaknya orang yang menyayangiku *tanpa sepengetahuanku*
Keempat: masih bisa ku hirup udara, masih bisa kurasakan terik matahari, masih bisa kurasakan semilir angin.
Dan masih banyak lagi nikmat yang seharusnya bisa kusyukuri.
Episode tadi sore lumayan membuatku semangat. Berkisah tentang seorang remaja yang ditinggal pergi kedua orangtuanya dan harus hidup dengan neneknya. Singkat cerita, dia selalu bekerja keras, bekerja apapun asal mendapatkan rejeki yang tak seberapa. Agar neneknya tidak perlu capek-capek kerja lagi. Dia selalu mensyukuri setiap rupiah yang ia terima, ia juga bersyukur untuk setiap pekerjaan yang orang berikan padanya. Tak pernah tersurutkan keinginannya untuk sekolah. Ia tetap belajar walau bukan di bangku pendidikan formal. Dia belajar sendiri.
Dari cerita itu aku berkaca, bercermin. Sudahkah aku juga bersyukur untuk setiap rupiah yang ku terima dari orangtuaku? Bahkan sudahkah ku ucapkan kata “terima kasih” untuk usaha dan keringat yang mereka keluarkan hanya agar aku dapat bertahan hidup di tanah rantau? Sudahkah aku bekerja keras agar apa yang ku upayakan selama ini tidak sia-sia? Sudah pulakah aku bersyukur aku dapat menikmati pendidikan di bangku kuliah?
Itu baru beberapa hal yang mengusik pikiranku selama ini. Yang lebih sering mengusik hati kecilku adalah “apakah aku mengkhianati kepercayaan orangtuaku selama ini? Dengan semangatku yang hanya setinggi ruas jari kelingking dan sekurus lidi sehingga ia mudah terpatahkan hanya dengan keadaan “orang lain yang bernasib lebih baik” dari aku?
Yang sering terlupakan adalah “bersyukur, bersabar, ikhlas, dan memaafkan”. Semua kata itusangat mudah dilafalkan oleh lidah. Semua itu mudah diingat oleh akal. Tapi, semudah itu pulakah mengamalkannya?
Mari bercermin lagi!
Untuk ulasan yang kedua, aku ingin bertanya padamu. Sudah pernah dengar cerita katak yang tuli? Sedikit saja kubahas ya ceritanya.
Suatu ketika ada perlombaan untuk menaiki menara tinggi bagi katak-katak kecil. Banyak peserta yang ikut. Saat itu penonton berteriak “mereka tidak mungkin mencapai puncak” “mereka tidak mungkin berhasil” “jalannya terlalu susah”. Kau tahu kawan apa yang terjadi? Satu per satu katak itu menyerah. Banyak katak yang menyerah. Hanya beberapa saja yang masih melanjutkan. Mereka semakin tinggi dan semakin tinggi. Penonton masih saja bersorak “mereka takkan mampu” “semua itu takkan berhasil” “mustahil mereka akan sampai puncak”. Disaat itu pula katak-katak itu mulai menyerah. Mereka kelelahan. Tapi, hanya ada satu katak yang tetap melanjutkan perjalanannya. Dan dia berhasil sampai puncak! Banyak yang bertanya-tanya bagaimana katak itu bisa berhasil sampai puncak? Ternyata ia “TULI”.

Sudah bisa mengambil kesimpulan? Ya, kita harus bersikap tuli terhadap omongan negatif orang. Apa yang kita dengar dan apa yang kita baca akan mempengaruhi kita. Oleh karena itu, dengarkanlah yang positif, bacalah hal-hal yang positif. Semua hal itu akan membantumu untuk lebih “Berpikir positif”.
NB: buat mbak ida, keep positif thinking. I’ve also trying it. Hidup itu kita yang menjalani, buatlah hidupmu senyaman mungkin, setenang mungkin, sebahagia mungkin, sesukses mungkin. Kamu yang menanam, kamu juga yang akan menuai. Buang saja pikiran negatif itu tanpa harus di “rukyah” kan? Hehe ^_^. Semoga bermanfaat ya mbak, semangaaaattt!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar